Jumat, 25 Mei 2012

PERAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN DALAM PENATAAN RUANG

MAKALAH HUKUM TATA RUANG DAN PERIZINAN 
TENTANG 
PERAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN DALAM PENATAAN RUANG 
 Oleh : KHAIRUL UMAM ( D1A 009 153 ) 
 FAKULTAS HUKUM 
UNIVERSITAS MATARAM 2012 

 KATA PENGANTAR 
 Puji beserta syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah - Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Peran Masyarakat Dan Kelembagaan Dalam Penataan Ruang ’’ ini. Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam isi maupun penyusunannya, baik dalam penyajian data, bahasa maupun sistematika pembahasannya. Sebab bak kata pepatah “ tak ada gading yang tak retak atau dengan pepatah lain tak ada ranting yang tak akan patah” , oleh sebab itu Penulis mengharpkan masukan atau kritikan maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaannya di masa yang akan datang. Turida Barat, 1 Mei 2012 Penulis, 

 DAFTAR ISI 
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 
DAFTAR ISI............................................................................................................. 
BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang................................................................................................. 
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 

BAB II PEMBAHASAN 
A. Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang......................................... 
B. Peran Kelembagaan dalam Penataan Ruang……………………………. 
C. Tujuan ……………..................................................................................……. 

BAB III PENUTUP 
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 
B. Saran ................................................................................................................... 


BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
Penataan ruang yang dianut selama ini cenderung memandang masyarakat sebagai objek pembangunan atau suatu kelompok objek fungsional perencanaan. Rencana tata ruang yang telah disusun oleh para perencana, kemudian disahkan oleh Pemerintah Daerah bersama DPRD, yang selanjutnya menjadi dokumen formal yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan yang harus dipatuhi oleh semua pihak termasuk masyarakat setempat. Berikutnya, kewenangan pengaturan pelaksanaan rencana tata ruang didominasi oleh pemerintah, kalau pun masyarakat terlibat hanya diwakili oleh anggota legislatif yang memiliki daya kontrol yang lemah. Penataan ruang yang semula masyarakat dipandang sebagai objek peraturan dan homogen, harus dirubah dengan memandang masyarakat sebagai subjek peraturan dengan keanekaragaman perilaku ('behaviorism approach'). Pendekatan baru ini menuntut peranan pemerintah untuk menggali dan mengembangkan visi bersama antara pemerintah dan kelompok masyarakat di dalam merumuskan: (1) wajah ruang masa depan; (2) standar kualitas ruang; (3) aktivitas yang diinginkan dan dilarang pada suatu kawasan; (4) distribusi dan alokasi public facilities; dan (5) development control system. Masyarakat sebagai subyek dari proses pembangunan sedangkan pemerintah adalah pemberi arah dan fasilitator. Jika subyek tidak berperan secara baik maka proses pembangunan tidak akan berhasil. Ketaatan masyarakat pada rencana tata ruang sangat diperlukan demi suksesnya tujuan penataan ruang. Dan ketaatan membutuhkan prasyarat harus memahami apa dan bagaimana rencana tata ruang wilayah di mana masyarakat tersebut tinggal. Di sisi lain, pemerintah juga perlu didorong untuk menyelenggarakan pemerintahaan secara baik ( good governance). Pelibatan masyarakat bisa dipandang sebagai kontrol sosial yang akan mendorong pemerintah untuk konsisten melaksanakan rencana tata ruang yang aspiratif. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, bahasa, dan kebudayaan dan di tiap daerah mempunyai adat istiadat serta ciri-ciri yang berlainan pula. Dengan adanya perbedaan tersebut maka bentuk peran serta atau partisipasi masyarakat tiap daerah dalam penataan ruang akan tidak sama, namun niat yang terkandung dalam keikutsertaannya dapat dikatakan sama yaitu mensukseskan pembangunan daerah maupun nasional. Peran serta masyarakat itu sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang berbeda karena keadaan alam, kemampuan berpikir dan budaya hidupnya. Pelaksanaan peran serta masyarakat bisa melalui lokakarya atau konsultasi publik untuk menjaring aspirasi masyarakat yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama lokakarya bisa dilakukan lebih dari satu kali untuk setiap daerah Kabupaten/ Kota. Pada tahap ini setiap warga Kabupaten/ Kota dapat menghadiri acara lokakarya/ konsultasi tersebut yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Output workshop pertama adalah serangkaian isu-isu yang terkait pengaturan penataan ruang. Pada tahap ini juga ditentukan wakil-wakil masyarakat yang dapat mengikuti tahap kedua. Tahap kedua merupakan lokakarya atau konsultasi publik pada skala provinsi yang akan mendiskusikan lebih lanjut hasil-hasil diskusi pada tahap pertama. Bila pada tahap pertama masyarakat mengemukakan masalah pengaturan penataan ruang pada skala yang lebih kecil, maka pada tahap kedua, isu yang dibicarakan akan meliputi masalah-masalah pada skala yang lebih luas (provinsi). Pada tahap kedua ini, peserta dapat dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan isu-isu spesifik yang telah dihasilkan pada tahap pertama untuk mempertajam isu dan memperoleh informasi serta tanggapan dari pihak eksekutif dan legislatif. Lokakarya bisa dilakukan lebih dari satu kali tergantung kebutuhan. Bahan yang telah dihasilkan pada kedua tahap lokakarya ini menjadi masukan penting bagi pihak eksekutif dan legislatif dalam penyusunan peraturan daerah pengaturan penataan ruang. Selain melalui workshop, aspirasi dapat dilakukan secara tertulis, lisan dan perantara teknologi yang ada (sms, email, website, dan lain-lain) kepada pihak eksekutif dan legislatif yang memiliki kewenangan dalam menyusun dan menetapkan keputusan Kondisi ideal partisipasi masyarakat adalah berbentuk peranserta masyarakat yaitu berupa aktivitas pendelegasian kekuasaan dan berjalannya kontrol masyarakat terhadap proses penyelenggaraan penataan ruang Sehingga pemerintah di tingkatan manapun perlu menyadari bahwa aktivitas memberikan informasi dan melayani konsultasi belumlah cukup dalam menjalankan amanah UU no 26 tahun 2007. Satu hal lagi yang perlu diingat adalah bahwa pelibatan masyarakat ini hanyalah sebagai alat untuk mencapai tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang itu sendiri. 

B. Rumusan Masalah 
1. Bagaimanakah ganbaran umum peran serta masyarakat dan kelembagaan dalam penataan ruang ? 
2. Apakah yang menjadi tujuan pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penataan ruang ? 

BAB IIPEMBAHASAN 

A. Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang 
Sebelum lebih jauh membahas mengenai peran serta masyarakat dalam penataan ruang, penulis akan menguraikan mengenai pengertian dari: a) Peran adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. b) Masyarakat madalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang. c) Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam konteks penataan ruang, maka peran serta masyarakat dapat didefinisikan sebagai proses keterlibatan masyarakat yang memungkinkan mereka dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan penataan ruang yang meliputi keseluruhan proses sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 pasal 1 yaitu : pengaturan penataan ruang (ayat 9), pembinaan penataan ruang (ayat 10), pelaksanaan penataan ruang (ayat 11), dan pengawasan penataan ruang (12). Peran serta masyarakat dalam penataan ruang yang diatur pada pasal 72 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009–2029 yaitu pada tahap : a) proses perencanaan tata ruang; b) pemanfaatan ruang; dan c) pengendalian pemanfaatan ruang. Mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagai mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang yaiatu :  Bentuk peran Masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa : a. masukan mengenai : 1) persiapan penyusunan rencana tata ruang; 2) penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; 3) pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan; 4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau 5) penetapan rencana tata ruang. b. kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.  Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa : a) masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; b) kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang; c) kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; d) peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e) kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan negara, serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan f) kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa : a) masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; b) keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; c) pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan d) pengajuan keberatan atas keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Sebagai salah satu upaya mengantisipasi dan menjaga kesinambungan pembangunan, pemerintah juga telah mengeluarkan UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang mengatur pula mengenai peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Hal ini dapat dilihat pada BAB VIII mengenai Hak, Kewajiban, Dan Peran Masyarakat sebagaimana berikut : Pasal 60 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk : a. mengetahui rencana tata ruang b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang diwilayahnya e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian Pasal 61 Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan penrundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum Pasal 62 setiap orang yang melanggar ketentuan sebagai yang dimaksud dalam pasal 61, dikenai sanksi administratif Pasal 63 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 dapat berupa: a. peringatan tertulis b. penghentian sementara kegiatan c. penghentian sementara pelayanan umum d. penutupan lokasi e. pencabutan izin f. pembatalan izin g. pembongkaran bangunan h. pemulihan fungsi ruang, dan/atau i. denda administratif Pasal 64 Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 65 (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat (2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara lain melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 66 (1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan (2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang. Menurut Dusseldorp, dalam bukunya Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Partisipasi masyarakat dapat digolongkan dalam berbagai bentuk sebagai berikut : 1) Partisipasi Bebas, yaitu partisipasi yang dapat terjadi bila individu atau sekelompok masyarakat melibatkan diri dalam kegiatan tersebut secara sukarela dengan penuh kesadaran. Partisipasi bebas dapat dibagi dalam dua subkategori, yaitu: a. Partisipasi Spontan, yaitu suatu partisipasi yang didasarkan pada keyakinan dan kebenaran tanpa adanya pengaruh dari orang lain. b. Partisipasi Terbujuk, yaitu bila seseorang tergerak untuk berpartisipasi karena adanya pihak lain yang menggerakkannya baik melalui sosialisasi atau pun pengaruh sehingga secara sukarela ikut beraktivitas dalam suatu kelompok tertentu. Pihak yang mempengaruhi atau menggerakkan dapat berasal dari aparat pemerintah, pimpinan suatu agama, atau ketua adat dan lembaga lainnya. 2) Partisipasi Terpaksa, yaitu partisipasi yang muncul karena adanya hal-hal yang membatasi atau pun karena situasi dan kondisi yaitu : a. Partisipasi terpaksa karena adanya peraturan yang mengikat (aturan hukum). Dalam rangka menjaga ketertiban umum maka setiap orang dibatasi ruang geraknya karena apabila terjadi suatu pelanggaran norma hukum dapat dikenakan sanksi hukum. Dengan demikian maka setiap individu atau pun masyarakat diwajibkan atau dipaksa untuk mentaati aturan hukum. b. Partipasi terpaksa karena situasi dan kondisi adalah keterlibatan seseorang untuk berpartisipasi karena sudah tidak ada upaya lain. Partisipasi ini dapat bersifat negatif atau positif tergantung dari situasi dan kondisi. Dalam rangka menumbuhkembangkan kegiatan agar masyarakat dapat berperan serta dalam pembangunan secara aktif, maka para petugas lapangan harus dapat menggali dan menangkap aspirasi yagn tumbuh dalam masyarakat serta dapat memanfaatkannya sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan atau pun pelaksanaannya. Peran serta masyarakat tersebut dapat terdiri dari: a) Partisipasi para ilmuwan; dapat berupa hasil seminar, lokakarya, dan diskusi yang membahas tata ruang. b) Partisipasi para pengusaha; dapat berupa saran-saran tentang efektivitas pemanfaatan lokasi maupun bantuan fasilitas. c) Partisipasi para praktisi hukum; dapat berupa saran pencegahan atau penyelesaian permasalahan. d) Masyarakat umum. Pada umumnya masyarakat yang langsung terlibat atau terkena tata ruang tidak bereaksi apapun dan mereka hanya berprinsip tidak dirugikan, namun tidak menutup kemungkinan munculnya beberapa pemuka masyarakat yang secara aktif memberikan saran, pertimbangan, dan pendapat yang positif serta mengikuti perkembangan selanjutnya. Untuk menjamin kelancaran pembangunan maka partisipasi semua pihak tersebut di atas kiranya sangat diperlukan baik dalam bentuk partisipasi bebas, spontan, maupun terbujuk. 

B. Peran Kelembagaan dalam Penataan Ruang 
Sistem kelembagaan penataan ruang tingkat Nasional dikoordinasikan oleh BKPRN (Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional), sedangkan pada tingkat provinsi dikoordinasikan oleh BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah) Provinsi, dan pada tingkat Kabupaten/ Kota dikoordinasikan oleh BPKRD Kabupaten/ Kota. Pada tingkat masyarakat dapat diwakili oleh LSM atau Forum/ Kelompok Masyarakat. Menteri terkait yang berada dalam wadah BKPRN dan Kepala Daerah yang dibantu oleh Bappeda dan BKPRD dengan melibatkan seluruh stakeholder dalam proses penataan ruang berperan dalam level dan tanggung jawab masing-masing untuk : 1. Mengkoordinasikan proses sosialisasi dan adaptasi produk rencana tata ruang kepada masyarakat di setiap daerah 2. Menerima dan memperhatikan saran, pertimbangan, pendapat, tangapan, keberatan, atau masukan yang disampaikan oleh masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang 3. Menindaklanjuti saran, pertimbangan, pendapat, tangapan, keberatan, atau masukan pada setiap proses penyelenggaraan penataan ruang 4. Meningkatkan komunikasi yang efektif dengan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang Peran serta masyarakat dalam penataan ruang menjadi hal yang sangat penting dalam rangka mencipatakan wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dengan dibangun berdasarkan kearifan lokal yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Menempatkan posisi masyarakat sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai pelaku pembangunan wilayah dengan difasilitasi oleh pemerintah 2. Meningkatkan upaya-upaya untuk mendorong public awareness, public services, dan public campaign 3. Mendorong dan meningkatkan terus fungsi kelembagaan penataan ruang yang efektif, yang dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang” 

C. Tujuan 
Tujuan dari Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Menumbuhkembangkan semangat akuntabilitas atau kesadaran atas hak dan kewajiban masyarakat dan stakeholder lainnya dalam memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. b. Meningkatkan kesadaran kepada pelaku pembangunan bahwa masyarakat bukanlah obyek pemanfaatan ruang, tetapi justru merekalah pelaku dan pemanfaat utama yang seharusnya terlibat dari proses awal sampai akhir dalam memanfaatkan dan mengendalikan ruang. c. Mendorong masyarakat dan civil society organization atau lembaga swadaya masyarakat untuk lebih berperan dan terlibat dalam memanfaatkan dan mengendalikan ruang. d. Memperkuat posisi Penataan ruang sebagai alat keterpaduan pembangunan lintas sektor dan wilayah sehingga diharapkan pengembangan wilayah dapat direkayasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. e. Meningkatkan mutu proses dan produk penataan ruang f. Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya pemanfaataan tanah, air laut dan udara serta sumber daya alam lainnya demi terciptanya tertib ruang (pendidikan dan information exchange) g. Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan ruang (transparansi kebijakan) h. Menumbuh dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penatan ruang terutama membantu memberikan informasi tentang pelanggaran pemanfaatan ruang (kontribusi tanggung jawab dan power sharing) i. Menjamin pelibatan secara aktif peran serta masyarakat dalam kegiatan penataan ruang dengan hak dan kewajibannya (demokrasi partisipatori). 

BAB III PENUTUP 

A. Kesimpulan 
Bila kita cermati bersama bahwa peran serta masyarakat yang sejalan dengan UU no 26 tahun 2007, didalamnya mencakup empat kegiatan utama yaitu : pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Keempat ruang lingkup tersebut lebih luas dari ruang lingkup yang disebutkan oleh PP no 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang yang hanya mencakup empat hal yaitu perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang, serta pembinaan masyarakat. Mekanisme peran serta masyarakat dilakukan sesuai dengan tahapan kegiatan penataan ruang. Secara umum mekanisme tersebut dapat berbentuk penyampaian informasi, usul dan saran lisan maupun tulisan malalui berbagai media informasi sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada (media cetak dan elektronik, seminar, workshop, konsultasi publik, brosur, kegiatan budaya, website, kegiatan pameran, public hearing dengan masyarakat) kepada lembaga-lembaga yang berwenang; dan keterlibatan secara langsung dalam kegiatan penataan ruang, misalnya sebagai salah satu wakil masyarakat yang terlibat dalam penyusunan rencana tata ruang. Selain upaya-upaya yang bersifat individual, mekanisme peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh kelompok dan organisasi masyarakat serta organisasi profesi yang melakukan advocacy planning kepada lembaga-lembaga yang berwenang. 

B. Saran 
untuk mendorong agar masyarakat dapat berperan serta secara maksimal dalam kegiatan penataan ruang diperlukan upaya dan tindakan yang konkrit dari aparat. Peranan aparatur sangat dominan karena sifat masyarakat Indonesia yang majemuk dan tersebar di seluruh pelosok tanah air dengan kemampuan serta sifat dan kebudayaan yang beraneka ragam. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya kegiatan sosialisasi perencanaan yang akan melibatkan kepentingan rakyat banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar